MANAJEMEN KURIKULUM
BY FETIK RAHAYU AND NUR ROZIF KHOIRUL ANAM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu yang dimiliki oleh seorang manusia itu kuantitas dan kualitasnya berbeda. Ilmu itulah yang dapat mengangkat derajat dan kehormatan manusia. Ilmu dapat diperoleh dimana saja melalui proses pembelajaran. Pada proses secara umum lebih menekankan pada pendidikan. Pendidikan itu terfokus pada interaksi antara pendidik dan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik dapat mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Interaksi pendidikan itu dapat berlangsung secara formal seperti di sekolah atau secara informal seperti pada keluarga, pada masyarakat maupun di lingkungan.
Pelaksanaan proses interaksi itu terutama di sekolah dilakukan secara berencana yaitu dengan dibuatnya kurikulum. Untuk mengetahui dan memahami lebih lengkap tentang kurikulum maka kami membuat makalah ini dengan menggabungkan dari berbagai sumber.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud kurikulum?
2. Apa yang dimaksud dengan konsep dasar kurikulum itu?
3. Bagaimana pengorganisasian kurikulum itu?
4. Bagaimana ketatalaksanaan kurikulum itu?
5. Bagaimana pengembangan kurikulum itu?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum
Terdapat beberapa definisi kurikulum menurut beberapa ahli, yaitu
1. Kurikulum adalah kelompok pengajaran yang sistematik atau urutan subjek yang dipersyaratkan untuk lulus atau sertifikasi dalam pelajaran mayor, misalnya kurikulum pelajaran sosial, kurikulum pendidikan fisika (Carter V. Good dalam Oliva, 191:6)
2. Kurikulum adalah seluruh pengalaman siswa di bawah bimbingan guru (Hollis L. Caswell and Doak S. Campbell dalam Oliva, 1991:6)
3. Kurikulum adalah sebagai sebuah perencanaan untuk memperbaiki seperangkat pembelajaran untuk seseorang agar menjadi terdidik (J. Galen Saylor, William M. Alexander, and arthur J. Lewis dalam Oliva 1991:6)
4. Kurikulum pada umumnya berisi pernyataan tujuan dan tujuan khusus, menunjukkan seleksi dan organisasi konten, mengimplikasikan dan manifestasikan pola belajar mengajar tertentu, karena tujuan menuntut mereka atau karena organisasi konten mempersyaratkannya. Pada akhirnya, termasuk di dalamnya program evaluasi outcome (Hilda Taba dalam Oliva, 1991:6)
5. Kurikulum sekolah adalah konten dan proses formal maupun non formal di mana pembelajar memperoleh pengetahuan dan pemahaman, perkembangan skil, perubahan tingkah laku, apresiasi, dan nilai-nilai di bawah bantuan sekolah (Ronald C. Doll dalam Oliva, 1991:7)
Dari beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan definisi kurikulum adalah sebagai berikut: Kurikulum adalah seperangkat perencanaan pengajaran yang sistematik yang berisi pernyataan tujuan, organisasi konten, organisasi pengalaman belajar, program pelayanan, pola belajar mengajar, dan program evaluasi agar pebelajar dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dan perubahan tingkah laku. (http://www.psb-psma.org/content/blog/manajemen-pengembangan-kurikulum)
Kurikulum dalam arti sempit sekali adalah jadwal pelajaran. Kurikulum dalam arti sempit adalah semua pelajaran baik teori maupun praktik yang diberikan kepada siswa selama mengikuti pendidikan tertentu (pemberian bekal pengetahuan dan keterampilan). Kurikulum dalam arti luas adalah semua pengalaman yang diberikan oleh lembaga pendidikan kepada siswa selama mengikuti pendidikan. (Hartanti Sukirman, dkk.2010: 26)
B. Konsep Dasar kurikulum
Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Anggapan ini telah ada sejak zaman Yunani Kuno, dalam lingkungan atau hubungan tertentu pandangan ini masih dipakai sampai sekarang, yaitu kurikulum sebagai “…a racecourse of subject matters to be mastered” (Robert S. Zais, 1976, hlm. 7). Banyak orang tua bahkan juga guru-guru, kalau ditanya tentang kurikulum akan memberikan jawaban sekitar bidang studi atau mata-mata pelajaran. Lebih khusus mungkin kurikulum diartikan hanya sebagai isi pelajaran.
Pendapat-pendapat yang muncul selanjutnya telah beralih dari menekankan pada isi menjadi lebih memberikan tekanan pada pengalaman belajar. Menurut Caswel dan Campbell dalam buku mereka yang terkenal Curriculum Development (1935), kurikulum…to be composed of all the experiences children have under the guidance of teachers. Perubahan penekanan pada pengalaman ini lebih jelas ditegaskan oleh Ronald C. Doll (1974, hlm. 22):
The commonly accepted definition of the curriculum has changed from content of courses of study and list of subjects and courses to all the experiences which are offered to learners under the auspices or direction of the school…
Definisi Doll tidak hanya menunjukkan adanya perubahan penekanan dari isi kepada proses, tetapi juga menunjukkan adanya perubahan lingkup, dari konsep yang sangat sempit kepada yang lebih luas. Apa yang dimaksud dengan pengalaman siswa yang diarahkan atau menjadi tanggung jawab sekolah mengandung makna yang cukup luas. Pengalaman tersebut dapat berlangsung di sekolah, di rumah ataupun di masyarakat, bersama guru atau tanpa guru, berkenaan langsung dengan pelajaran ataupun tidak. Definisi tersebut juga mencakup berbagai upaya guru dalam mendorong terjadinya pengalaman tersebut serta berbagai fasilitas yang mendukungnya.
Mauritz Johnson (1967, hlm. 130) mengajukan keberatan terhadap konsep kurikulum yang sangat luas seperti yang dikemukakan oleh Ronald Doll. Menurut Johnson, pengalaman hanya akan muncul apabila terjadi interaksi antara siswa dengan lingkungannya. Interaksi seperti itu bukan kurikulum, tetapi pengajaran. Kurikulum hanya menggambarkan atau mengantisipasi hasil dari pengajaran. Johnson membedakan dengan tegas antara kurikulum dengan pengajaran. Semua yang berkenaan dengan perencanaan dan pelaksanaan, seperti perencanaan isi, kegiatan belajar-mengajar, evaluasi, termasuk pengajaran, sedangkan kurikulum hanya berkenaan dengan hasil-hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh siswa. Menurut Johnson kurikulum adalah … a structured series of intended learning outcomes (Johnson, 1967, hlm.130).
Terlepas dari pro dan kontra terhadap pendapat Mauritz Johnson, beberapa ahli memandang kurikulum sebagai rencana pendidikan atau pengajaran. Salah seorang diantara mereka adalah Mac Donald (1965, hlm. 3). Menurut dia sistem sekolahan terbentuk atas empat subsistem, yaitu mengajar, belajar, pembelajaran, dan kurikulum. Mengajar (teaching) merupakan kegiatan atau perlakuan professional yang diberikan oleh guru. Belajar (learning) merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan siswa sebagai respons terhadap kegiatan mengajar yang diberikan oleh guru. Keseluruhan pertautan kegiatan yang memungkinkan dan berkenaan dengan terjadinya interaksi belajar-mengajar disebut pembelajaran (instruction). Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar-mengajar.
Kurikulum juga sering dibedakan antara kurikulum sebagai rencana (curriculum plan) dengan kurikulum yang fungsional (functioning curriculum). Menurut Beauchamp (1968, hlm.6) “Acurriculum is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”. Beauchamp lebih memberikan tekanan bahwa kurikulum adalah suatu rencana pendidikan atau pengajaran. Pelaksanaan rencana itu sudah masuk pengajaran. Selanjutnya Zais menjelaskan bahwa kebaikan suatu kurikulum tidak dapat dinilai dari dokumen tertulisnya saja, melainkan harus dinilai dalam proses pelaksanaan fungsinya di dalam kelas. Kurikulum bukan hanya merupakan rencana tertulis bagi pengajaran, melainkan sesuatu yang fungsional yang beroperasi dalam kelas, yang memberi pedoman dan mengatur lingkungan dan kegiatan yang berlangsung di dalam kelas. Rencana tertulis merupakan dokumen kurikulum (curriculum document or inert curriculum), sedangkan kurikulum yang dioperasikan di kelas merupakan kurikulum fungsional (functioning, live or operative curriculum). Hilda Taba (1962) mempunyai pendapat yang berbeda dengan pendapat-pendapat itu. Perbedaan antara kurikulum dan pengajaran menurut dia bukan terletak pada implementasinya, tetapi pada keluasan cakupannya. Kurikulum berkenaan dengan cakupan tujuan isi dan metode yang lebih luas atau lebih umum, sedangkan yang lebih sempit lebih khusus menjadi tugas pengajaran. Menurut Taba keduanya membentuk satu kontinum, kurikulum terletak pada ujung tujuan umum atau tujuan jangka panjang, sedangkan pengajaran pada ujung lainnya yaitu yang lebih khusus atau tujuan dekat.
BAGAN 1.2 Kontinum kurikulum dan pengajaran
Umum-jangka panjang Khusus-jangka pendek
KURIKULUM PENGAJARAN
Menurut Taba, batas antara keduanya sangat relatif, bergantung pada tafsiran guru. Sebagai contoh, dalam kurikulum (tertulis), isi harus digambarkan serinci, sekhusus mungkin agar mudah dipahami guru, tetapi cukup luas dan umum sehingga memungkinkan mencakup semua bahan yang dapat dipilih guru sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa serta kemampuan guru. kurikulum memberikan pegangan bagi pelaksanaan pengajaran di kelas, tetapi merupakan tugas dan tanggung jawab guru untuk mengajarkannya.
Suatu kurikulum, apakah itu kurikulum pendidikan dasar, pendidikan menengah atau pendidikan tinggi; kurikulum sekolah umum, kejuruan, dan lain-lain merupakan perwujudan atau penerapan, teori-teori kurikulum. Teori-teori tersebut merupakan hasil pengkajian, penelitian, dan pengembangan para ahli kurikulum. Kumpulan teori-teori kurikulum membentuk suatu ilmu atau bidang studi kurikulum. Menurut Robert S. Zais (1976, hlm.3), kurikulum sebagai bidang studi mencakup: “(1) the range of subject matters with which it is concerned (the substantive structure), and (2) the procedures of inquiry and practice that it follows (the syntactical structure)”. Menurut George A. Beauchamp (1976, hlm. 58-59) kurikulum sebagai bidang studi membentuk suatu teori, yaitu teori kurikulum. Beauchamp mendefinisikan teori kurikulum sebagai …a set of related statements that gives meaning to a schools’s curriculum by pointing up the relationships among its elements and by directing its development, its use, and its evaluation.
Bidang cakupan teori atau bidang studi kurikulum meliputi: konsep kurikulum, penentuan kurikulum, pengembangan kurikulum, desain kurikulum, implementasi dan evaluasi kurikulum.
Selain sebagai bidang studi menurut Beauchamp, kurikulum juga sebagai rencana pengajaran dan sebagai suatu sistem (sistem kurikulum) yang merupakan bagian dari sistem persekolahan. Sebagai suatu rencana pengajaran, kurikulum berisi tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan disajikan, kegiatan pengajaran, alat-alat pengajaran dan jadwal waktu pengajaran. Sebagai suatu sistem, kurikulum merupakan bagian atau subsistem dari keseluruhan kerangka organisasi sekolah atau sistem sekolah. Kurikulum sebagai suatu sistem menyangkut penentuan segala kebijakan tentang kurikulum, susunan personalia dan prosedur pengembangan kurikulum, penerapan, evaluasi, dan penyempurnaannya. Fungsi utama sistem kurikulum adalah dalam pengembangan, penerapan, evaluasi, dan penyempurnaannya, baik sebagai dokumen tertulis maupun aplikasinya dan menjaga agar kurikulum tetap dinamis.
Mengenai fungsi sistem kurikulum ini, lebih lanjut Beauchamp (1975, hlm. 60) menggambarkan: “…(1) the choice of arena for curriculum decision making, (2) the selection and involvement of person in curriculum planning, (3) organization for and teachniques used in curriculum planning, (4) actual writing of a curriculum, (5) implementing the curriculum, (6) evaluation the curriculum, and (7) providing for feedback and modification of the curriculum.”
Apa yang dikemukakan oleh Beauchamp bukan hanya menunjukkan fungsi tetapi juga struktur dari suatu sistem kurikulum, yang secara garis besar berkenaan dengan pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum. (Nana Syaodih Sukmadinata. 1997: 4-7).
C. Pengorganisasian kurikulum
Pengorganisasi atau desain kurikulum diperlukan untuk memudahkan anak didik untuk belajar. Dalam pengorganisasian kurikulum tidak lepas dari beberapa hal penting yang mendukung, yakni: tentang teori, konsep, pandangan tentang pendidikan, perkembangan anak didik, dan kebutuhan masyarakat. Pengorganisasian kurikulum bertalian erat dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Oleh karena itu kurikulum menentukan apa yang akan dipelajari, kapan waktu yang tepat untuk mempelajari, keseimbangan bahan pelajaran, dan keseimbangan antara aspek- aspek pendidikan yang akan disampaikan. (http://www.scribd.com/doc/32248989/Pengembangan-Kurikulum-Endick-31080007)
Organisasi Kurikulum adalah pola atau bentuk penyusunan bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada murid-murid. Organisasi kurikulum sangat erat berhubungan dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai karena pola-pola yang berbeda akan mengakibatkan isi dan cara penyampaian pelajaran berbeda pula (Prof. Dr. Nasution, hal. 80).
Pola-pola pengorganisasian kurikulum diantaranya:
1) Separated Subject Curriculum
Kurikulum ini menyajikan segala bahan pelajaran dalam berbagai macam mata pelajaran (subjects) yang terpisah-pisah satu sama lain, seakan-akan ada batas pemisah antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain juga antara suatu kelas dengan kelas yang lain. Dengan demikian sukar terdapat kebulatan pengetahuan pada anak. Contohnya dahulu pernah terdapat mata pelajaran untuk “Sekolah Rakyat VI Tahun” (sekarang Sekolah Dasar) terdiri atas Ilmu tumbuh-tumbuhan, Ilmu Hewan, Ilmu Tubuh Manusia, Ilmu Kesehatan dan masih ada juga Ilmu Alam. Saat ini semua mata pelajaran itu diintegrasikan menjadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Tentu saja konsep dasar tinjauannya sangat berbeda dengan lima mata pelajaran yang dahulu.
Kurikulum ini memiliki hal positif dalam praktik pendidikan di sekolah:
1. Bahan pelajaran disajikan secara sistematis dan logis.
2. Organisasi kurikulum ini sederhana; mudah disusun, mudah ditambah atau mudah dikurangi jumlah pelajaran yang diperlukan (mudah direorganisir).
3. Penilaian lebih mudah karena biasanya bahan-bahan pelajaran ditentukan berdasarkan buku-buku pelajaran tertentu sehingga dapat diadakan ujian umum atau tes hasil hasil belajar yang seragam di seluruh Negara.
4. Kurikulum ini memudahkan guru dalam melaksanakan pengajaran karena bersifat “Subject Centered”; guru-guru yang sudah berpengalaman dan menguasai seluruh bahan pelajaran dari buku maka pekerjaanya menjadi rutin setiap tahun hanya mengulang yang sudah pernah dilakukan sebelumnya.
5. Kebanyakan orang beranggapan bahwa sekolah adalah persiapan masuk Perguruan Tinggi; di Perguruan Tinggi biasanya organisasi kurikulum sesuai dengan prinsip terpisah-pisah itu. Jadi organisasi kurikulum di sekolah dasar dan menengah sesuai dengan organisasi di Perguruan Tinggi.
Kritik terhadap kurikulum ini:
1. Mata pelajaran terlepas terlepas satu sama lain tidak sesuai dengan kenyataan kehidupan yang sebenarnya.
2. Tidak atau kurang memperhatikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
3. Dari sudut Psikologis, kurikulum ini mengandung kelemahan dan banyak terjadi verbalitas dan menghafal serta makna tujuan pelajaran kurang dihayati oleh anak didik.
4. Kurikulum ini cenderung statis dan ketinggian dari perkembangan zaman.
2) Correlated Curriculum
Pada dasarnya organisasi kurikulum ini menghendaki agar mata pelajaran itu satu sama lain ada hubungan, bersangkut paut (correlated) walaupun mungkin batas-batas yang satu dengan yang lain masih dipertahankan.
Prinsip berhubungan satu sama lain (korelasi) ini dapat dilaksanakan dengan beberapa cara:
a. Antara dua mata pelajaran diadakan hubungan secara incidental.
b. Memperbincangkan masalah-masalah tertentu dalam berbagai macam pelajaran.
c. Mempersatukan beberapa mata pelajaran dengan menghilangkan batas masing-masing.
Paduan atau fungsi antara beberapa mata pelajaran ini disebut “broad-fields”; Broad-fields merupakan kesatuan yang tidak terbagi-bagi atas bagian-bagian.
Tetapi broad-fields pada dasarnya masih bersifat subject curriculum, hanya saja jumlah mata pelajaran menjadi berkurang, sehingga broad fields dapat dianggap sebagai modifikasi dari subject curriculum, yang tradisional (Prof. Dr. nasution, hal. 90).
Kebaikan pada kurikulum ini:
1. Dengan korelasi pengetahuan murid lebih integral, tidak terlepas-lepas (berpadu).
2. Dengan melihat hubungan erat antara mata pelajaran satu dengan yang lain, minta murid bertambah.
3. Korelasi memberikan pengertian yang lebih luas dan mendalam karena memandang dari berbagai sudut.
4. Dengan korelasi maka yang diutamakan adalah pengertian dan prinsip-prinsip bukan pengetahuan akan fakta, dengan begitu lebih memungkinkan penggunaan pengetahuan secara fungsional bagi murid-murid.
Hal negatif yang terdapat pada kurikulum ini:
1. Sulit menghubungkan dengan masalah-masalah yang hangat dalam kehidupan sehari-hari sebab dasarnya subject centered.
2. Brood fields tidak memberikan pengetahuan yang sistematis dan mendalam untuk sesuatu mata pelajaran sehingga hal ini dipandang kurang cukup untuk bekal mengikuti pelajaran di Perguruan Tinggi.
3) Integrated Curriculum
Integrated curriculum meniadakan batas-batas antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk unit atau keseluruhan. Dengan kebulatan bahan pelajaran diharapkan mampu membentuk kepribadian murid yang integral, selaras dengan kehidupan sekitarnya, apa yang diajarkan di sekolah disesuaikan dengan kehidupan anak di luar sekolah, (drs. S. Nasution, hal. 92).
Manfaat dari kurikulum ini:
1. Segala sesuatu yang dipelajari anak merupakan unit yang bertalian erat, bukan fakta yang terlepas satu sama lain.
2. Kurikulum ini sesuai dengan pendapat-pendapat modern tentang belajar, murid dihadapkan kepada masalah yang berarti dalam kehidupan mereka.
3. Kurikulum ini memungkinkan hubungan yang erat antara sekolah dengan masyarakat.
4. Aktivitas anak-anak meningkat karena dirangsang untuk berpikir sendiri dan bekerja sendiri, atau bekerja sama dengan kelompok.
5. Kurikulum ini mudah disesuaikan dengan minat, kesanggupan dan kematangan murid.
Hal negatif dari kurikulum ini:
1. Guru-guru belum dipersiapkan untuk melaksanakan kurikulum ini.
2. Kurikulum ini tidak mempunyai organisasi yang sistematis.
3. Kurikulum ini memberatkan tugas guru.
4. Kurikulum ini tidak memungkinkan ujian umum sebab tidak ada uniformitas di sekolah-sekolah satu sama lain.
5. Anak-anak diragukan untuk bisa diajak menentukan kurikulum.
6. Pada umumnya kondisi sekolah masih kekurangan alat-alat untuk melaksanakan kurikulum ini.
Kurikulum yang dikembangkan di Indonesia jika dilihat dari berbagai bidang studi yang tertera dalam banyak kurikulum baru yang telah dibakukan seperti kurikulum (SD, SMP, SMA) tahun 1975 dan kurikulum sekolah-sekolah kejuruan tahun 1976 maka jelas bahwa Indonesia mengembangkan Correlated curriculum, contohnya terdapat bidang studi IPS yang menurut Separated subject curriculum disebutkan sebagai mata pelajaran Sejarah, Geografi, Sosiologi, dan Antropologi. (Suryosubroto.1990: 1-7)
Kriteria Pengorganisasian Pengalaman Belajar yang Efektif
Terdapat tiga kriteria utama dalam mengorganisasi pengalaman belajar, yaitu kontinuitas (continuity), berurutan (sequence), dan terpadu (integrity). Kriteria kontinuitas mengacu pengulangan elemen kurikulum yang penting pada kelas/level yang berbeda. Artinya pada waktu berikutnya pada kelas/level yang lebih tinggi pengetahuan dan skil yang sama akan diajarkan dan dilatihkan kembali dengan dikembangkan sesuai dengan psikologi belajar dan psikologi perkembangan anak. Kriteria berurutan (sequence) adalah berhubungan dengan kontinuitas tetapi lebih ditekankan kepada bagaimana urutan pengalaman belajar diorganisasi dengan tepat pada kelas/level yang sama. Pengetahuan yang menjadi prasyarat akan disajikan sebelum pengetahuan lain yang memerlukan pengetahuan prasyarat tersebut. Kriteria terpadu (integrity) artinya mencakup ruang lingkup/scope pengetahuan dan skill yang diberikan kepada siswa, apabila pengetahuan diperoleh dari berbagai sumber, maka akan dapat saling menghubungkannya, saat menghadapi suatu masalah
Elemen-elemen yang Diorganisasi
Elemen-elemen yang diorganisasi ada tiga yaitu konsep (concept), nilai (values), dan ketrampilan (skill). Konsep adalah berhubungan konten pengalaman belajar yang harus dialami siswa, nilai adalah berhubungan dengan sikap pebelajar baik terhadap dirinya sendiri maupun sikap pebelajar kepada orang lain. Sedangkan ketrampilan dalam hal ini adalah kemampuan menganalisis, mengumpulkan fakta dan data, kemampuan mengorganisasi an menginterpretasi data, ketrampilan mempresentasikan hasil karya, ketrampilan berfikir secara independen, ketrampilan meganalisis argumen, ketrampilan berpartisipasi dalam kelompok kerja, ketrampilan dalam kebiasaan erja yang baik, mampu mengiterpretasi situasi, dan mampu memprediksi konsekuesi dari tujuan kegiatan.
Prinsip-prinsip Pengorganisasian
Terdapat dua prinsip dalam mengorganisasikan kurikulum sekolah atau pengalaman belajar. Pengorgaisasian kurikulum harus bersifat kronologis (chronological) dan aplikatif. Kronologis artinya pengalaman belajar harus diorganisasi secara tahap demi tahap sesuai dengan pskologi belajar dan psoikologi perkembangan siswa. Sedangkan aplikatif berarti pengalaman belajar harus benar-benar dapat diterapkan kepada siswa. (http://www.psb-psma.org/content/blog/manajemen-pengembangan-kurikulum)
D. Ketatalaksanaan Kurikulum
Pada intinya pelaksanaan kurikulum merupakan pelaksanaan interaksi belajar mengajar, yang dapat terbagi menjadi tiga tahap yaitu: persiapan, pelaksanaan pelajaran, dan penutupan.
1. Tahap persiapan pelajaran, adalah kegiatan yang dilakukan guru sebelum mulai mengajar, antara lain: memeriksa ruang kelas, mengabsen siswa kesiapan alat dan media, serta kesiapan siswa.
2. Tahap pelaksanaan pelajaran, adalah kegiatan mengajar sesungguhnya yang dilakukan oleh guru dan sudah ada interaksi langsung dengan siswa mengenai pokok bahasan yang diajarkan. Tahap ini terbagi atas tiga bagian yaitu: pendahuluan, pelajaran inti, dan evaluasi.
3. Tahap penutupan yaitu kegiatan yang terjadi di kelas sesudah guru selesai melaksanakan tugas mengajar.
Kegiatan administrasi kurikulum yang dilaksanakan oleh guru pada waktu pelaksanaan pelajaran ada dua hal yaitu: mengisi buku kemajuan kelas dan mengisi buku bimbingan belajar siswa. (Hartanti Sukirman, dkk: 2010)
Kurikulum di Indonesia telah mengalami perubahan sebanyak 7 kali yaitu pada tahun 1947, tahun 1952, tahun 1968, tahun 1975, tahun 1984, tahun 1994, tahun 2004 (KBK), dan tahun 2006 (KTSP). (http://ephanlazok.wordpress.com/2010/01/14/perkembangankuriklum-indonesia-dari-1947-2006/)
E. Pengembangan Kurikulum
a) Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum
1. Prinsip-prinsip umum
Beberapa prinsip umum dalam pengembangan kurikulum:
1) Prinsip Relevansi
Ada dua macam relevansi yang harus dimiliki kurikulum, yaitu relevan ke luar dan relevansi di dalam kurikulum itu sendiri. Relevansi ke luar maksudnya tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. Kurikulum menyiapkan siswa untuk bisa hidup dan bekerja dalam masyarakat. Apa yang tertuang dalam kurikulum hendaknya mempersiapkan siswa untuk tugas tersebut. Kurikulum bukan hanya menyiapkan anak untuk kehidupannya sekarang tetapi juga yang akan datang. Kurikulum juga harus memiliki relevansi di dalam yaitu ada kesesuaian atau tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian. Relevansi internal ini menunjukkan suatu keterpaduan kurikulum.
2) Prinsip Fleksibilitas
Kurikulum hendaknya memilih sifat lentur atau fleksibel. Kurikulum mempersiapkan anak untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang, di sini dan di tempat lain, bagi anak yang memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda. Suatu kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi hal-hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya dapat menyesuaikan dengan kondisi daerah, waktu maupun kemampuan, dan latar belakang anak.
3) Prinsip Kontinuitas
Kontinuitas yaitu kesinambungan. Perkembangan anak dan proses belajar anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus-putus atau berhenti-henti. Oleh karena itu, pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang lainnya, juga antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan. Pengembangan kurikulum perlu dilakukan serempak bersama-sama, perlu selalu ada komunikasi dan kerja sama antara para pengembang kurikulum sekolah dasar dengan SMTP, SMTA, dan Perguruan Tinggi.
4) Prinsip Praktis
Maksudnya mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga murah. Prinsip ini juga disebut prinsip efisien. Pada umumnya kurikulum dan pendidikan selalu dilaksanakan dalam keterbatasan-keterbatasan baik keterbatasan waktu, biaya, alat, maupun personalia. Kurikulum bukan hanya ideal tetapi juga harus praktis.
5) Prinsip Efektivitas
Walaupun kurikulum itu dianjurkan murah dan sederhana tetapi dalam keberhasilannya tetap harus diperhatikan. Kurikulum terdapat empat aspek utama yaitu tujuan-tujuan pendidikan, isi pendidikan, pengalaman belajar, dan penilaian. Interelasi antara keempat aspek dengan kebijaksanaan pendidikan perlu selalu mendapat perhatian dalam pengembangan kurikulum.
Visualisasi kerangka berpikir tersebut dapat dilihat pada bagan berikut:
Bagan. Hubungan kurikulum dengan pembangunan pendidikan
Situasi yang ada
Situasi yang seharusnya
2. Prinsip-prinsip khusus
Ada beberapa yang lebih khusus dalam pengembangan kurikulum. Prinsip-prinsip ini berkenaan dengan penyusunan tujuan, isi, pengalaman belajar, dan penilaian.
a. Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan
Tujuan menjadi pusat kegiatan dan arah semua kegiatan pendidikan. Perumusan komponen-komponen kurikulum hendaknya mengacu pada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa : ”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut:
a. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
b. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
c. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
Tujuan pembelajaran merupakan tujuan pendidikan yang lebih operasional, yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran dari setiap mata pelajaran. Pada tingkat operasional ini, tujuan pendidikan dirumuskan lebih bersifat spesifik dan lebih menggambarkan tentang “What will the student be able to do as result of the teaching that he was unable to do before” (Rowntree dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 1997). Tujuan pendidikan tingkat operasional ini lebih menggambarkan perubahan perilaku spesifik apa yang hendak dicapai peserta didik melalui proses pembelajaran. Merujuk pada pemikiran Bloom, maka perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran pada tingkat operasional ini akan menentukan terhadap keberhasilan tujuan pendidikan pada tingkat berikutnya. Terlepas dari rangkaian tujuan di atas bahwa perumusan tujuan kurikulum sangat terkait erat dengan filsafat yang melandasinya. Jika kurikulum yang dikembangkan menggunakan dasar filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) sebagai pijakan utamanya maka tujuan kurikulum lebih banyak diarahkan pada pencapaian penguasaan materi dan cenderung menekankan pada upaya pengembangan aspek intelektual atau aspek kognitif. Apabila kurikulum yang dikembangkan menggunakan filsafat progresivisme sebagai pijakan utamanya, maka tujuan pendidikan lebih diarahkan pada proses pengembangan dan aktualisasi diri peserta didik dan lebih berorientasi pada upaya pengembangan aspek afektif. Pengembangan kurikulum dengan menggunakan filsafat rekonsktruktivisme sebagai dasar utamanya, maka tujuan pendidikan banyak diarahkan pada upaya pemecahan masalah sosial yang krusial dan kemampuan bekerja sama. Sementara kurikulum yang dikembangkan dengan menggunakan dasar filosofi teknologi pendidikan dan teori pendidikan teknologis, maka tujuan pendidikan lebih diarahkan pada pencapaian kompetensi.
(http://apadefinisinya.blogspot.com/2008/10/komponen-dan-prinsip-pengenmbangan.html)
b. Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan
Memilih isi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang telah ditentukan para perencana kurikulum perlu mempertimbangkan beberapa hal:
1. Perlu penjabaran tujuan pendidikan/pengajaran ke dalam bentuk perbuatan hasil belajar dirumuskan semakin sulit menciptakan pengalaman belajar;
2. Isi bahan pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan;
3. Unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis.
c. Prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar
Pemilihan proses belajar mengajar yang digunakan hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Apakah metode belajar-mengajar yang digunakan cocok untuk mengajar bahan pelajaran?
2. Apakah metode tersebut memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa?
3. Apakah metode tersebut memberikan urutan kegiatan yang bertingkat-tingkat?
d. Prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pengajaran
Proses belajar-mengajar yang baik perlu didukung oleh penggunaan media dan alat-alat bantu pengajaran yang tepat.
1. Alat/media pengajaran apa yang diperlukan. Apakah semuanya sudah tersedia? Bila alat tersebut tidak ada apa penggantinya?
2. Kalau ada alat yang harus dibuat, hendaknya memperhatikan: bagaimana pembuatannya, siapa yang membuat, pembiayaannya, waktu pembuatan?
3. Bagaimana pengorganisasian alat dalam bahan pelajaran, apakah dalam bentuk modul, paket belajar, dan lain-lain?
e. Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian
Penilaian merupakan bagian integral dari pengajaran:
1. Dalam penyusunan alat penilaian (test) hendaknya diikuti langkah-langkah sebagai berikut:
Rumuskan tujuan-tujuan pendidikan yang umum, dalam ranah-ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Uraikan ke dalam bentuk tingkah laku murid yang dapat diamati. Hubungkan dengan bahan pelajaran. Tuliskan butir-butir test.
2. Dalam merencanakan suatu penilaian hendaknya diperhatikan beberapa hal;
Bagaimana kelas, usia, dan tingkat kemampuan kelompok yang akan ditest?
Berapa lama waktu dibutuhkan untuk pelaksanaan test?
Apakah test tersebut berbentuk uraian atau objektif?
Berapa banyak butir test perlu disusun?
Apakah tes tersebut diadministrasikan oleh guru atau oleh murid?
b) Pengembangan Kurikulum
1. Peranan para administrator pendidikan
Para administrator pendidikan ini terdiri atas: direktur bidang pendidikan, pusat pengembangan kurikulum, kepala kantor wilayah, kepala kantor kabupaten dan kecamatan serta kepala sekolah. Peranan para administrator di tingkat pusat (direktur dan kepala pusat) dalam pengembangan kurikulum adalah menyusun dasar-dasar hukum, menyusun kerangka dasar serta program inti kurikulum.
2. Peranan para ahli
Pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas atas perubahan tuntutan kehidupan dalam masyarakat, tetapi juga perlu dilandasi oleh perkembangan konsep-konsep dalam ilmu. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum membutuhkan bantuan pemikiran para ahli, baik ahli pendidikan, ahli kurikulum, maupun ahli bidang studi/disiplin ilmu.
Partisipasi para ahli pendidikan dan ahli kurikulum terutama sangat dibutuhkan dalam pengembangan kurikulum pada tingkat pusat. Apabila pengembangan kurikulum sudah banyak dilakukan pada tingkat daerah atau lokal, maka partisipasi mereka pada tingkat daerah, local, bahkan sekolah juga sangat diperlukan, sebab apa yang telah digariskan pada tingkat pusat belum tentu dapat dengan mudah dipahami oleh para pengembang dan pelaksana kurikulum di daerah.
Pengembangan kurikulum juga membutuhkan partisipasi para ahli bidang studi/ bidang ilmu yang juga mempunyai wawasan tentang pendidikan serta perkembangan tuntutan masyarakat. Sumbangan mereka dalam memilih materi bidang ilmu, yang mutakhir dan sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat sangat diperlukan.
3. Peranan guru
Guru memegang peranan yang cukup penting baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan kurikulum. Guru adalah perencana, pelaksana, dan pengembang kurikulum bagi kelasnya.
4. Peranan orang tua murid
Orang tua juga mempunyai peranan dalam pengembangan kurikulum. Peranan mereka dapat berkenaan dengan dua hal: pertama dalam penyusunan kurikulum dan kedua dalam pelaksanaan kurikulum. Dalam penyusunan kurikulum mungkin tidak semua orang tua dapat ikut serta, hanya terbatas kepada beberapa orang saja yang cukup waktu dan mempunyai latar belakang yang memadai. Peranan orang tua lebih besar dalam pelaksanaan kurikulum. Dalam pelaksanaan kurikulum diperlukan kerja sama yang sangat erat antara guru atau sekolah dengan para orang tua murid. Sebagian kegiatan belajar yang dituntut kurikulum dilaksanakan di rumah, dan orang tua sewajarnya mengikuti atau mengamati kegiatan belajar anaknya di rumah. Orang tua juga secara berkala menerima laporan kemajuan anak-anaknya dari sekolah berupa rapor dan sebagainya. Rapor sebagai alat komunikasi tentang program atau kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di sekolah. Orang tua juga dapat turut berpartisipasi dalam kegiatan sekolah melalui berbagai kegiatan seperti diskusi, seminar, pertemuan orangtua-guru, pameran sekolah dan sebagainya.
c) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum
1. Perguruan tinggi
Kurikulum minimal mendapat dua pengaruh dari Perguruan Tinggi. Pertama, dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan di perguruan tinggi umum. Kedua, dari pengembangan ilmu pendidikan dan keguruan serta penyiapan guru-guru di Perguruan Tinggi Keguruan. Jenis pengetahuan yang dikembangkan di Perguruan Tinggi akan mempengaruhi isi pelajaran yang akan dikembangkan dalam kurikulum. Kurikulum Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan juga mempengaruhi pengembangan kurikulum, terutama melalui penguasaan ilmu dan kemampuan keguruan dari guru-guru yang dihasilkannya. Penguasaan ilmu, baik ilmu pendidikan maupun bidang studi serta kemampuan mengajar dari guru-guru akan sangat mempengaruhi pengembangan dan implementasi kurikulum di sekolah.
2. Masyarakat
Sekolah merupakan bagian dari masyarakat dan mempersiapkan anak untuk kehidupan di masyarakat. Sebagai bagian dan agen dari masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat di mana sekolah tersebut berada. Isi kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi dan dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat di sekitarnya. Masyarakat yang ada di sekitar sekolah mungkin merupakan masyarakat homogen atau heterogen, masyarakat kota atau desa, petani, pedagang atau pegawai, dan sebagainya. Sekolah harus melayani aspirsai masyarakat. Perkembangan dunia usaha yang ada di masyarakat mempengaruhi perkembangan kurikulum sebab sekolah bukan hanya mempersiapkan anak untuk hidup, tetapi juga untuk bekerja dan berusaha.
3. Sistem Nilai
Dalam kehidupan masyarakat terdapat sistem nilai, baik nilai moral, keagamaan, sosial, budaya, maupun nilai politis. Sekolah sebagai lembaga masyarakat juga bertanggungjawab dalam pemeliharaan dan penerusan nilai-nilai. Sistem nilai yang akan dipelihara dan diteruskan tersebut harus terintegrasikan dalam kurikulum. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam mengajarkan nilai: (1) guru hendaknya mengetahui dan memperhatikan semua nilai yang ada dalam masyarakat, (2) guru hendaknya berpegang pada prinsip demokratis, etis, dan moral, (3) guru berusaha menjadikan dirinya sebagai teladan yang patut ditiru, (4) guru menghargai nilai-nilai kelompok lain, (5) memahami dan menerima keragaman kebudayaan sendiri.
d) Artikulasi dan Hambatan Pengembangan Kurikulum
Artikulasi dalam pendidikan berarti “kesatupaduan dan koordinasi segala pengalaman belajar”. Untuk menyusun artikulasi kurikulum diperlukan kerjasama dari berbagai pihak: para administrator, kepala sekolah, TK sampai rektor universitas, guru-guru dari setiap jenjang pendidikan, orang tua murid dan tokoh-tokoh masyarakat.
Hambatan-hambatan pengembangan kurikulum. Hambatan pertama terletak pada guru. Guru kurang berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum. Hal itu disebabkan beberapa hal diantaranya kurang waktu, kekurangsesuaian pendapat, baik antara sesama guru maupun dengan kepala sekolah dan administrator, kemampuan dan pengetahuan guru sendiri, dukungan dari masyarakat baik dalam pembiayaan dan umpan balik terhadap sistem pendidikan atau kurikulum yang sedang berjalan, dan masalah biaya. Untuk pengembangan kurikulum, apalagi yang berbentuk kegiatan eksperimen baik metode, isi atau sistem secara keseluruhan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
e) Model-Model Pengembangan Kurikulum
1. The administrative model
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model administratif atau line staff karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi.
Dalam pelaksanaan kurikulum ini, mula-mula diperlukan adanya kegiatan monitoring, pengamatan dan pengawasan serta bimbingan dalam pelaksanaanya. Setelah berjalan beberapa saat perlu juga dilakukan evaluasi untuk menilai validitas komponen-komponennya, prosedur pelaksanaan dan keberhasilannya. Penilaian menyeluruh dapat dilakukan oleh tim khusus sekolah yang bersangkutan. Hasil penilaian tersebut merupakan umpan balik, baik bagi instansi pendidikan di tingkat pusat, daerah, maupun sekolah.
2. The grass roots model
Model pengembangan ini merupakan kebalikan dari model pengembangan “the administrative model”. Inisiatif model ini bukan berasal dari atas dari dari bawah yaitu guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama, digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan model “the grass roots model” akan berkembang dalam system pendidikan yang bersifat desentralisasi. Seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kondisi guru-guru, fasilitas, biaya, maupun bahan-bahan kepustakaan, metode ini akan lebih baik. Hal itu berdasarkan atas pertimbangan guru-guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Guru adalah yang paling berkompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya karena tuhu kebutuhan kelasnya. Hal itu sesuai dengan prinsip-prinsip pengembangan kurikulumyang dikemukakan oleh Smith, Stanley, dan Shores (1957: 429)
3. Beauchamp’s system
Model pengembangan ini dikembangkan oleh Beauchamp seorang ahli kurikulum. Beliau mengemukakan lima hal di dalam pengembangan suatu kurikulum. Pertama, menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakyp oleh kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi maupun seluruh Negara. Kedua, menetapkan personalia, yaitu siapa yang terlibat dalam pengembangan kurikulum ini. Ada empat kategori yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum yaitu para ahli kurikulum, para ahli pendidikan, para professional dalam sistem pendidikan, professional lain dan tokoh-tokoh masyarakat. Ketiga, organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Keempat, implementasi kurikulum dan kelima evaluasi kurikulum.
4. The demonstration model
Model ini pada dasarnya bersifat grass roots datang dari bawah yang diprakarsai oleh guru atau sekelompok guru bekerjasama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini berskala kecil yang hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah, suatu komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum. Karena sifatnya mengubah atau mengganti kurikulum yang ada model pengembangan ini sering mendapat tantangan dari berbagai pihak.
5. Taba’s inverted model
Langkah pengembangan kurikulum ini dengan lima langkah yaitu mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru, menguji unit eksperimen, mengadakan revisi dan konsolidasi, pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum, dan implementasi dan diseminasi yaitu menerapkan kurikulum baru pada daerah atau sekolah yang lebih luas.
6. Roger interpersonal relations model
Ada empat langkah pengembangan kurikulum ini yaitu pemilihan target dari system pendidikan, partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif, pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran, dan partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok.
7. The systematic action-research model
Model pengembangan ini didasarkan pada perkembangan kurikulum yang merupakan perubahan sosial melibatkan orang tua, siswa, guru, struktur sistem sekolah, pola hubungan dari sekolah atau masyarakat. Langkahnya pertama mengadakan kajian secara saksama tentang masalah kurikulum dan kedua implementasi dari keputusan yang diambil dalam tindakan pertama.
8. Emerging technical models
Perkembangan bidang teknologi dan dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan kurikulum dengan didasarkan pada (1) The Behavioral Analysis Model, (2) The System Analysis Model, (3) The Computer Based Model. (Nana Syaodih Sukmadinata. 1997: 150-170)
Aksioma-aksioma tersebut adalah :
a) Perubahan itu tak terelakkan dan penting karena melalui perubahan bentuk kehidupan tumbuh dan berkembang. Kurikulum itu sebagai produk dari masyarakat.
b) Perubahan yang terjadi secara bersamaan dan ada perubahan setelah ada kurikulum baru.
c) Perubahan kurikulum terjadi karena ada perubahan dalam masyaakat.
d) Perubahan kurikulum merupakan kerja sama semua kelompok.
e) Perubahan kurikulum merupakan proses pengambilan keputusan.
f) Perubahan kurikulum bersifat berkelanjutan dan tiada akhir.
g) Perubahan kurikulum merupakan proses yang komperehensif.
h) Pengembangan kurikulum dilaksanakan secara sistematis.
i) Pengembangan kurikulum beranjak dari kurikulum yang sudah ada/kurikulum yang sudah ada.
(http://www.scribd.com/doc/32248989/Pengembangan-Kurikulum-Endick-310800073)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Kurikulum adalah seperangkat perencanaan pengajaran yang sistematik yang berisi pernyataan tujuan, organisasi konten, organisasi pengalaman belajar, program pelayanan, pola belajar mengajar, dan program evaluasi agar pebelajar dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dan perubahan tingkah laku.
b. Konsep dasar kurikulum adalah kurikulum sebagai bidang studi membentuk suatu teori, yaitu teori kurikulum. Bidang cakupan teori atau bidang studi kurikulum meliputi: konsep kurikulum, penentuan kurikulum, pengembangan kurikulum, desain kurikulum, implementasi dan evaluasi kurikulum.
c. Pengorganisasian kurikulum bertalian erat dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Pola-pola pengorganisasian kurikulum diantaranya: Separated Subject Curriculum, Correlated Curriculum, Integrated Curriculum.
d. Ketatalaksanaan kurikulum merupakan pelaksanaan interaksi belajar mengajar, yang dapat terbagi menjadi tiga tahap yaitu: persiapan, pelaksanaan pelajaran, dan penutupan.
e. Pengembangan kurikulum ada prinsip-prinsip pengembangan kurikulum secara umum dan khusus. Pengembangan Kurikulum dipengaruhi oleh administrator, para ahli, guru dan orang tua murid. Model-Model Pengembangan Kurikulum adalah The administrative model, The grass roots model, Beauchamp’s system, The demonstration model, Taba’s inverted model, Roger interpersonal relations model, The systematic action-research model, dan Emerging technical models.
DAFTAR PUSTAKA
Handoko, Hani. 2001. Manajemen edisi 2. Yogyakarta: PT BPFE-Yogyakarta.
B. Suryosubroto. 1990. Tatalaksana Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta.
Sukirman, Hartati dkk. 1998. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Yogyakarta: UPP IKIP Yogyakarta.
Syaodih Sukmadinata, Nana. 1997. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hariyanto. 2010. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Diambil pada tanggal 10 Maret 2010, dari http://www.psb-psma.org/content/blog/manajemen-pengembangan-kurikulum.
. 2008. Komponen dan Prinsip Pengembangan Kurikulum. Diambil pada tanggal10 Maret 2010, dari
http://apadefinisinya.blogspot.com/2008/10/komponen-dan-prinsip-pengenmbangan.html
. 2010. Perkembangan Kurikulum Indonesia dari 1947-2006. Diambil pada tanggal13 Maret 2010, dari http://ephanlazok.wordpress.com/2010/01/14/perkembangankuriklum-indonesia-dari-1947-2006/
.Sepuluh Aksioma dalam Pengembangan Kurikulum. Diambil pada tanggal 10 Maret 2010, dari http://www.scribd.com/doc/32248989/Pengembangan-Kurikulum-Endick31080007
BY FETIK RAHAYU AND NUR ROZIF KHOIRUL ANAM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu yang dimiliki oleh seorang manusia itu kuantitas dan kualitasnya berbeda. Ilmu itulah yang dapat mengangkat derajat dan kehormatan manusia. Ilmu dapat diperoleh dimana saja melalui proses pembelajaran. Pada proses secara umum lebih menekankan pada pendidikan. Pendidikan itu terfokus pada interaksi antara pendidik dan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik dapat mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Interaksi pendidikan itu dapat berlangsung secara formal seperti di sekolah atau secara informal seperti pada keluarga, pada masyarakat maupun di lingkungan.
Pelaksanaan proses interaksi itu terutama di sekolah dilakukan secara berencana yaitu dengan dibuatnya kurikulum. Untuk mengetahui dan memahami lebih lengkap tentang kurikulum maka kami membuat makalah ini dengan menggabungkan dari berbagai sumber.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud kurikulum?
2. Apa yang dimaksud dengan konsep dasar kurikulum itu?
3. Bagaimana pengorganisasian kurikulum itu?
4. Bagaimana ketatalaksanaan kurikulum itu?
5. Bagaimana pengembangan kurikulum itu?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum
Terdapat beberapa definisi kurikulum menurut beberapa ahli, yaitu
1. Kurikulum adalah kelompok pengajaran yang sistematik atau urutan subjek yang dipersyaratkan untuk lulus atau sertifikasi dalam pelajaran mayor, misalnya kurikulum pelajaran sosial, kurikulum pendidikan fisika (Carter V. Good dalam Oliva, 191:6)
2. Kurikulum adalah seluruh pengalaman siswa di bawah bimbingan guru (Hollis L. Caswell and Doak S. Campbell dalam Oliva, 1991:6)
3. Kurikulum adalah sebagai sebuah perencanaan untuk memperbaiki seperangkat pembelajaran untuk seseorang agar menjadi terdidik (J. Galen Saylor, William M. Alexander, and arthur J. Lewis dalam Oliva 1991:6)
4. Kurikulum pada umumnya berisi pernyataan tujuan dan tujuan khusus, menunjukkan seleksi dan organisasi konten, mengimplikasikan dan manifestasikan pola belajar mengajar tertentu, karena tujuan menuntut mereka atau karena organisasi konten mempersyaratkannya. Pada akhirnya, termasuk di dalamnya program evaluasi outcome (Hilda Taba dalam Oliva, 1991:6)
5. Kurikulum sekolah adalah konten dan proses formal maupun non formal di mana pembelajar memperoleh pengetahuan dan pemahaman, perkembangan skil, perubahan tingkah laku, apresiasi, dan nilai-nilai di bawah bantuan sekolah (Ronald C. Doll dalam Oliva, 1991:7)
Dari beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan definisi kurikulum adalah sebagai berikut: Kurikulum adalah seperangkat perencanaan pengajaran yang sistematik yang berisi pernyataan tujuan, organisasi konten, organisasi pengalaman belajar, program pelayanan, pola belajar mengajar, dan program evaluasi agar pebelajar dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dan perubahan tingkah laku. (http://www.psb-psma.org/content/blog/manajemen-pengembangan-kurikulum)
Kurikulum dalam arti sempit sekali adalah jadwal pelajaran. Kurikulum dalam arti sempit adalah semua pelajaran baik teori maupun praktik yang diberikan kepada siswa selama mengikuti pendidikan tertentu (pemberian bekal pengetahuan dan keterampilan). Kurikulum dalam arti luas adalah semua pengalaman yang diberikan oleh lembaga pendidikan kepada siswa selama mengikuti pendidikan. (Hartanti Sukirman, dkk.2010: 26)
B. Konsep Dasar kurikulum
Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Anggapan ini telah ada sejak zaman Yunani Kuno, dalam lingkungan atau hubungan tertentu pandangan ini masih dipakai sampai sekarang, yaitu kurikulum sebagai “…a racecourse of subject matters to be mastered” (Robert S. Zais, 1976, hlm. 7). Banyak orang tua bahkan juga guru-guru, kalau ditanya tentang kurikulum akan memberikan jawaban sekitar bidang studi atau mata-mata pelajaran. Lebih khusus mungkin kurikulum diartikan hanya sebagai isi pelajaran.
Pendapat-pendapat yang muncul selanjutnya telah beralih dari menekankan pada isi menjadi lebih memberikan tekanan pada pengalaman belajar. Menurut Caswel dan Campbell dalam buku mereka yang terkenal Curriculum Development (1935), kurikulum…to be composed of all the experiences children have under the guidance of teachers. Perubahan penekanan pada pengalaman ini lebih jelas ditegaskan oleh Ronald C. Doll (1974, hlm. 22):
The commonly accepted definition of the curriculum has changed from content of courses of study and list of subjects and courses to all the experiences which are offered to learners under the auspices or direction of the school…
Definisi Doll tidak hanya menunjukkan adanya perubahan penekanan dari isi kepada proses, tetapi juga menunjukkan adanya perubahan lingkup, dari konsep yang sangat sempit kepada yang lebih luas. Apa yang dimaksud dengan pengalaman siswa yang diarahkan atau menjadi tanggung jawab sekolah mengandung makna yang cukup luas. Pengalaman tersebut dapat berlangsung di sekolah, di rumah ataupun di masyarakat, bersama guru atau tanpa guru, berkenaan langsung dengan pelajaran ataupun tidak. Definisi tersebut juga mencakup berbagai upaya guru dalam mendorong terjadinya pengalaman tersebut serta berbagai fasilitas yang mendukungnya.
Mauritz Johnson (1967, hlm. 130) mengajukan keberatan terhadap konsep kurikulum yang sangat luas seperti yang dikemukakan oleh Ronald Doll. Menurut Johnson, pengalaman hanya akan muncul apabila terjadi interaksi antara siswa dengan lingkungannya. Interaksi seperti itu bukan kurikulum, tetapi pengajaran. Kurikulum hanya menggambarkan atau mengantisipasi hasil dari pengajaran. Johnson membedakan dengan tegas antara kurikulum dengan pengajaran. Semua yang berkenaan dengan perencanaan dan pelaksanaan, seperti perencanaan isi, kegiatan belajar-mengajar, evaluasi, termasuk pengajaran, sedangkan kurikulum hanya berkenaan dengan hasil-hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh siswa. Menurut Johnson kurikulum adalah … a structured series of intended learning outcomes (Johnson, 1967, hlm.130).
Terlepas dari pro dan kontra terhadap pendapat Mauritz Johnson, beberapa ahli memandang kurikulum sebagai rencana pendidikan atau pengajaran. Salah seorang diantara mereka adalah Mac Donald (1965, hlm. 3). Menurut dia sistem sekolahan terbentuk atas empat subsistem, yaitu mengajar, belajar, pembelajaran, dan kurikulum. Mengajar (teaching) merupakan kegiatan atau perlakuan professional yang diberikan oleh guru. Belajar (learning) merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan siswa sebagai respons terhadap kegiatan mengajar yang diberikan oleh guru. Keseluruhan pertautan kegiatan yang memungkinkan dan berkenaan dengan terjadinya interaksi belajar-mengajar disebut pembelajaran (instruction). Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar-mengajar.
Kurikulum juga sering dibedakan antara kurikulum sebagai rencana (curriculum plan) dengan kurikulum yang fungsional (functioning curriculum). Menurut Beauchamp (1968, hlm.6) “Acurriculum is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”. Beauchamp lebih memberikan tekanan bahwa kurikulum adalah suatu rencana pendidikan atau pengajaran. Pelaksanaan rencana itu sudah masuk pengajaran. Selanjutnya Zais menjelaskan bahwa kebaikan suatu kurikulum tidak dapat dinilai dari dokumen tertulisnya saja, melainkan harus dinilai dalam proses pelaksanaan fungsinya di dalam kelas. Kurikulum bukan hanya merupakan rencana tertulis bagi pengajaran, melainkan sesuatu yang fungsional yang beroperasi dalam kelas, yang memberi pedoman dan mengatur lingkungan dan kegiatan yang berlangsung di dalam kelas. Rencana tertulis merupakan dokumen kurikulum (curriculum document or inert curriculum), sedangkan kurikulum yang dioperasikan di kelas merupakan kurikulum fungsional (functioning, live or operative curriculum). Hilda Taba (1962) mempunyai pendapat yang berbeda dengan pendapat-pendapat itu. Perbedaan antara kurikulum dan pengajaran menurut dia bukan terletak pada implementasinya, tetapi pada keluasan cakupannya. Kurikulum berkenaan dengan cakupan tujuan isi dan metode yang lebih luas atau lebih umum, sedangkan yang lebih sempit lebih khusus menjadi tugas pengajaran. Menurut Taba keduanya membentuk satu kontinum, kurikulum terletak pada ujung tujuan umum atau tujuan jangka panjang, sedangkan pengajaran pada ujung lainnya yaitu yang lebih khusus atau tujuan dekat.
BAGAN 1.2 Kontinum kurikulum dan pengajaran
Umum-jangka panjang Khusus-jangka pendek
KURIKULUM PENGAJARAN
Menurut Taba, batas antara keduanya sangat relatif, bergantung pada tafsiran guru. Sebagai contoh, dalam kurikulum (tertulis), isi harus digambarkan serinci, sekhusus mungkin agar mudah dipahami guru, tetapi cukup luas dan umum sehingga memungkinkan mencakup semua bahan yang dapat dipilih guru sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa serta kemampuan guru. kurikulum memberikan pegangan bagi pelaksanaan pengajaran di kelas, tetapi merupakan tugas dan tanggung jawab guru untuk mengajarkannya.
Suatu kurikulum, apakah itu kurikulum pendidikan dasar, pendidikan menengah atau pendidikan tinggi; kurikulum sekolah umum, kejuruan, dan lain-lain merupakan perwujudan atau penerapan, teori-teori kurikulum. Teori-teori tersebut merupakan hasil pengkajian, penelitian, dan pengembangan para ahli kurikulum. Kumpulan teori-teori kurikulum membentuk suatu ilmu atau bidang studi kurikulum. Menurut Robert S. Zais (1976, hlm.3), kurikulum sebagai bidang studi mencakup: “(1) the range of subject matters with which it is concerned (the substantive structure), and (2) the procedures of inquiry and practice that it follows (the syntactical structure)”. Menurut George A. Beauchamp (1976, hlm. 58-59) kurikulum sebagai bidang studi membentuk suatu teori, yaitu teori kurikulum. Beauchamp mendefinisikan teori kurikulum sebagai …a set of related statements that gives meaning to a schools’s curriculum by pointing up the relationships among its elements and by directing its development, its use, and its evaluation.
Bidang cakupan teori atau bidang studi kurikulum meliputi: konsep kurikulum, penentuan kurikulum, pengembangan kurikulum, desain kurikulum, implementasi dan evaluasi kurikulum.
Selain sebagai bidang studi menurut Beauchamp, kurikulum juga sebagai rencana pengajaran dan sebagai suatu sistem (sistem kurikulum) yang merupakan bagian dari sistem persekolahan. Sebagai suatu rencana pengajaran, kurikulum berisi tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan disajikan, kegiatan pengajaran, alat-alat pengajaran dan jadwal waktu pengajaran. Sebagai suatu sistem, kurikulum merupakan bagian atau subsistem dari keseluruhan kerangka organisasi sekolah atau sistem sekolah. Kurikulum sebagai suatu sistem menyangkut penentuan segala kebijakan tentang kurikulum, susunan personalia dan prosedur pengembangan kurikulum, penerapan, evaluasi, dan penyempurnaannya. Fungsi utama sistem kurikulum adalah dalam pengembangan, penerapan, evaluasi, dan penyempurnaannya, baik sebagai dokumen tertulis maupun aplikasinya dan menjaga agar kurikulum tetap dinamis.
Mengenai fungsi sistem kurikulum ini, lebih lanjut Beauchamp (1975, hlm. 60) menggambarkan: “…(1) the choice of arena for curriculum decision making, (2) the selection and involvement of person in curriculum planning, (3) organization for and teachniques used in curriculum planning, (4) actual writing of a curriculum, (5) implementing the curriculum, (6) evaluation the curriculum, and (7) providing for feedback and modification of the curriculum.”
Apa yang dikemukakan oleh Beauchamp bukan hanya menunjukkan fungsi tetapi juga struktur dari suatu sistem kurikulum, yang secara garis besar berkenaan dengan pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum. (Nana Syaodih Sukmadinata. 1997: 4-7).
C. Pengorganisasian kurikulum
Pengorganisasi atau desain kurikulum diperlukan untuk memudahkan anak didik untuk belajar. Dalam pengorganisasian kurikulum tidak lepas dari beberapa hal penting yang mendukung, yakni: tentang teori, konsep, pandangan tentang pendidikan, perkembangan anak didik, dan kebutuhan masyarakat. Pengorganisasian kurikulum bertalian erat dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Oleh karena itu kurikulum menentukan apa yang akan dipelajari, kapan waktu yang tepat untuk mempelajari, keseimbangan bahan pelajaran, dan keseimbangan antara aspek- aspek pendidikan yang akan disampaikan. (http://www.scribd.com/doc/32248989/Pengembangan-Kurikulum-Endick-31080007)
Organisasi Kurikulum adalah pola atau bentuk penyusunan bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada murid-murid. Organisasi kurikulum sangat erat berhubungan dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai karena pola-pola yang berbeda akan mengakibatkan isi dan cara penyampaian pelajaran berbeda pula (Prof. Dr. Nasution, hal. 80).
Pola-pola pengorganisasian kurikulum diantaranya:
1) Separated Subject Curriculum
Kurikulum ini menyajikan segala bahan pelajaran dalam berbagai macam mata pelajaran (subjects) yang terpisah-pisah satu sama lain, seakan-akan ada batas pemisah antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain juga antara suatu kelas dengan kelas yang lain. Dengan demikian sukar terdapat kebulatan pengetahuan pada anak. Contohnya dahulu pernah terdapat mata pelajaran untuk “Sekolah Rakyat VI Tahun” (sekarang Sekolah Dasar) terdiri atas Ilmu tumbuh-tumbuhan, Ilmu Hewan, Ilmu Tubuh Manusia, Ilmu Kesehatan dan masih ada juga Ilmu Alam. Saat ini semua mata pelajaran itu diintegrasikan menjadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Tentu saja konsep dasar tinjauannya sangat berbeda dengan lima mata pelajaran yang dahulu.
Kurikulum ini memiliki hal positif dalam praktik pendidikan di sekolah:
1. Bahan pelajaran disajikan secara sistematis dan logis.
2. Organisasi kurikulum ini sederhana; mudah disusun, mudah ditambah atau mudah dikurangi jumlah pelajaran yang diperlukan (mudah direorganisir).
3. Penilaian lebih mudah karena biasanya bahan-bahan pelajaran ditentukan berdasarkan buku-buku pelajaran tertentu sehingga dapat diadakan ujian umum atau tes hasil hasil belajar yang seragam di seluruh Negara.
4. Kurikulum ini memudahkan guru dalam melaksanakan pengajaran karena bersifat “Subject Centered”; guru-guru yang sudah berpengalaman dan menguasai seluruh bahan pelajaran dari buku maka pekerjaanya menjadi rutin setiap tahun hanya mengulang yang sudah pernah dilakukan sebelumnya.
5. Kebanyakan orang beranggapan bahwa sekolah adalah persiapan masuk Perguruan Tinggi; di Perguruan Tinggi biasanya organisasi kurikulum sesuai dengan prinsip terpisah-pisah itu. Jadi organisasi kurikulum di sekolah dasar dan menengah sesuai dengan organisasi di Perguruan Tinggi.
Kritik terhadap kurikulum ini:
1. Mata pelajaran terlepas terlepas satu sama lain tidak sesuai dengan kenyataan kehidupan yang sebenarnya.
2. Tidak atau kurang memperhatikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
3. Dari sudut Psikologis, kurikulum ini mengandung kelemahan dan banyak terjadi verbalitas dan menghafal serta makna tujuan pelajaran kurang dihayati oleh anak didik.
4. Kurikulum ini cenderung statis dan ketinggian dari perkembangan zaman.
2) Correlated Curriculum
Pada dasarnya organisasi kurikulum ini menghendaki agar mata pelajaran itu satu sama lain ada hubungan, bersangkut paut (correlated) walaupun mungkin batas-batas yang satu dengan yang lain masih dipertahankan.
Prinsip berhubungan satu sama lain (korelasi) ini dapat dilaksanakan dengan beberapa cara:
a. Antara dua mata pelajaran diadakan hubungan secara incidental.
b. Memperbincangkan masalah-masalah tertentu dalam berbagai macam pelajaran.
c. Mempersatukan beberapa mata pelajaran dengan menghilangkan batas masing-masing.
Paduan atau fungsi antara beberapa mata pelajaran ini disebut “broad-fields”; Broad-fields merupakan kesatuan yang tidak terbagi-bagi atas bagian-bagian.
Tetapi broad-fields pada dasarnya masih bersifat subject curriculum, hanya saja jumlah mata pelajaran menjadi berkurang, sehingga broad fields dapat dianggap sebagai modifikasi dari subject curriculum, yang tradisional (Prof. Dr. nasution, hal. 90).
Kebaikan pada kurikulum ini:
1. Dengan korelasi pengetahuan murid lebih integral, tidak terlepas-lepas (berpadu).
2. Dengan melihat hubungan erat antara mata pelajaran satu dengan yang lain, minta murid bertambah.
3. Korelasi memberikan pengertian yang lebih luas dan mendalam karena memandang dari berbagai sudut.
4. Dengan korelasi maka yang diutamakan adalah pengertian dan prinsip-prinsip bukan pengetahuan akan fakta, dengan begitu lebih memungkinkan penggunaan pengetahuan secara fungsional bagi murid-murid.
Hal negatif yang terdapat pada kurikulum ini:
1. Sulit menghubungkan dengan masalah-masalah yang hangat dalam kehidupan sehari-hari sebab dasarnya subject centered.
2. Brood fields tidak memberikan pengetahuan yang sistematis dan mendalam untuk sesuatu mata pelajaran sehingga hal ini dipandang kurang cukup untuk bekal mengikuti pelajaran di Perguruan Tinggi.
3) Integrated Curriculum
Integrated curriculum meniadakan batas-batas antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk unit atau keseluruhan. Dengan kebulatan bahan pelajaran diharapkan mampu membentuk kepribadian murid yang integral, selaras dengan kehidupan sekitarnya, apa yang diajarkan di sekolah disesuaikan dengan kehidupan anak di luar sekolah, (drs. S. Nasution, hal. 92).
Manfaat dari kurikulum ini:
1. Segala sesuatu yang dipelajari anak merupakan unit yang bertalian erat, bukan fakta yang terlepas satu sama lain.
2. Kurikulum ini sesuai dengan pendapat-pendapat modern tentang belajar, murid dihadapkan kepada masalah yang berarti dalam kehidupan mereka.
3. Kurikulum ini memungkinkan hubungan yang erat antara sekolah dengan masyarakat.
4. Aktivitas anak-anak meningkat karena dirangsang untuk berpikir sendiri dan bekerja sendiri, atau bekerja sama dengan kelompok.
5. Kurikulum ini mudah disesuaikan dengan minat, kesanggupan dan kematangan murid.
Hal negatif dari kurikulum ini:
1. Guru-guru belum dipersiapkan untuk melaksanakan kurikulum ini.
2. Kurikulum ini tidak mempunyai organisasi yang sistematis.
3. Kurikulum ini memberatkan tugas guru.
4. Kurikulum ini tidak memungkinkan ujian umum sebab tidak ada uniformitas di sekolah-sekolah satu sama lain.
5. Anak-anak diragukan untuk bisa diajak menentukan kurikulum.
6. Pada umumnya kondisi sekolah masih kekurangan alat-alat untuk melaksanakan kurikulum ini.
Kurikulum yang dikembangkan di Indonesia jika dilihat dari berbagai bidang studi yang tertera dalam banyak kurikulum baru yang telah dibakukan seperti kurikulum (SD, SMP, SMA) tahun 1975 dan kurikulum sekolah-sekolah kejuruan tahun 1976 maka jelas bahwa Indonesia mengembangkan Correlated curriculum, contohnya terdapat bidang studi IPS yang menurut Separated subject curriculum disebutkan sebagai mata pelajaran Sejarah, Geografi, Sosiologi, dan Antropologi. (Suryosubroto.1990: 1-7)
Kriteria Pengorganisasian Pengalaman Belajar yang Efektif
Terdapat tiga kriteria utama dalam mengorganisasi pengalaman belajar, yaitu kontinuitas (continuity), berurutan (sequence), dan terpadu (integrity). Kriteria kontinuitas mengacu pengulangan elemen kurikulum yang penting pada kelas/level yang berbeda. Artinya pada waktu berikutnya pada kelas/level yang lebih tinggi pengetahuan dan skil yang sama akan diajarkan dan dilatihkan kembali dengan dikembangkan sesuai dengan psikologi belajar dan psikologi perkembangan anak. Kriteria berurutan (sequence) adalah berhubungan dengan kontinuitas tetapi lebih ditekankan kepada bagaimana urutan pengalaman belajar diorganisasi dengan tepat pada kelas/level yang sama. Pengetahuan yang menjadi prasyarat akan disajikan sebelum pengetahuan lain yang memerlukan pengetahuan prasyarat tersebut. Kriteria terpadu (integrity) artinya mencakup ruang lingkup/scope pengetahuan dan skill yang diberikan kepada siswa, apabila pengetahuan diperoleh dari berbagai sumber, maka akan dapat saling menghubungkannya, saat menghadapi suatu masalah
Elemen-elemen yang Diorganisasi
Elemen-elemen yang diorganisasi ada tiga yaitu konsep (concept), nilai (values), dan ketrampilan (skill). Konsep adalah berhubungan konten pengalaman belajar yang harus dialami siswa, nilai adalah berhubungan dengan sikap pebelajar baik terhadap dirinya sendiri maupun sikap pebelajar kepada orang lain. Sedangkan ketrampilan dalam hal ini adalah kemampuan menganalisis, mengumpulkan fakta dan data, kemampuan mengorganisasi an menginterpretasi data, ketrampilan mempresentasikan hasil karya, ketrampilan berfikir secara independen, ketrampilan meganalisis argumen, ketrampilan berpartisipasi dalam kelompok kerja, ketrampilan dalam kebiasaan erja yang baik, mampu mengiterpretasi situasi, dan mampu memprediksi konsekuesi dari tujuan kegiatan.
Prinsip-prinsip Pengorganisasian
Terdapat dua prinsip dalam mengorganisasikan kurikulum sekolah atau pengalaman belajar. Pengorgaisasian kurikulum harus bersifat kronologis (chronological) dan aplikatif. Kronologis artinya pengalaman belajar harus diorganisasi secara tahap demi tahap sesuai dengan pskologi belajar dan psoikologi perkembangan siswa. Sedangkan aplikatif berarti pengalaman belajar harus benar-benar dapat diterapkan kepada siswa. (http://www.psb-psma.org/content/blog/manajemen-pengembangan-kurikulum)
D. Ketatalaksanaan Kurikulum
Pada intinya pelaksanaan kurikulum merupakan pelaksanaan interaksi belajar mengajar, yang dapat terbagi menjadi tiga tahap yaitu: persiapan, pelaksanaan pelajaran, dan penutupan.
1. Tahap persiapan pelajaran, adalah kegiatan yang dilakukan guru sebelum mulai mengajar, antara lain: memeriksa ruang kelas, mengabsen siswa kesiapan alat dan media, serta kesiapan siswa.
2. Tahap pelaksanaan pelajaran, adalah kegiatan mengajar sesungguhnya yang dilakukan oleh guru dan sudah ada interaksi langsung dengan siswa mengenai pokok bahasan yang diajarkan. Tahap ini terbagi atas tiga bagian yaitu: pendahuluan, pelajaran inti, dan evaluasi.
3. Tahap penutupan yaitu kegiatan yang terjadi di kelas sesudah guru selesai melaksanakan tugas mengajar.
Kegiatan administrasi kurikulum yang dilaksanakan oleh guru pada waktu pelaksanaan pelajaran ada dua hal yaitu: mengisi buku kemajuan kelas dan mengisi buku bimbingan belajar siswa. (Hartanti Sukirman, dkk: 2010)
Kurikulum di Indonesia telah mengalami perubahan sebanyak 7 kali yaitu pada tahun 1947, tahun 1952, tahun 1968, tahun 1975, tahun 1984, tahun 1994, tahun 2004 (KBK), dan tahun 2006 (KTSP). (http://ephanlazok.wordpress.com/2010/01/14/perkembangankuriklum-indonesia-dari-1947-2006/)
E. Pengembangan Kurikulum
a) Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum
1. Prinsip-prinsip umum
Beberapa prinsip umum dalam pengembangan kurikulum:
1) Prinsip Relevansi
Ada dua macam relevansi yang harus dimiliki kurikulum, yaitu relevan ke luar dan relevansi di dalam kurikulum itu sendiri. Relevansi ke luar maksudnya tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. Kurikulum menyiapkan siswa untuk bisa hidup dan bekerja dalam masyarakat. Apa yang tertuang dalam kurikulum hendaknya mempersiapkan siswa untuk tugas tersebut. Kurikulum bukan hanya menyiapkan anak untuk kehidupannya sekarang tetapi juga yang akan datang. Kurikulum juga harus memiliki relevansi di dalam yaitu ada kesesuaian atau tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian. Relevansi internal ini menunjukkan suatu keterpaduan kurikulum.
2) Prinsip Fleksibilitas
Kurikulum hendaknya memilih sifat lentur atau fleksibel. Kurikulum mempersiapkan anak untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang, di sini dan di tempat lain, bagi anak yang memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda. Suatu kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi hal-hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya dapat menyesuaikan dengan kondisi daerah, waktu maupun kemampuan, dan latar belakang anak.
3) Prinsip Kontinuitas
Kontinuitas yaitu kesinambungan. Perkembangan anak dan proses belajar anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus-putus atau berhenti-henti. Oleh karena itu, pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang lainnya, juga antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan. Pengembangan kurikulum perlu dilakukan serempak bersama-sama, perlu selalu ada komunikasi dan kerja sama antara para pengembang kurikulum sekolah dasar dengan SMTP, SMTA, dan Perguruan Tinggi.
4) Prinsip Praktis
Maksudnya mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga murah. Prinsip ini juga disebut prinsip efisien. Pada umumnya kurikulum dan pendidikan selalu dilaksanakan dalam keterbatasan-keterbatasan baik keterbatasan waktu, biaya, alat, maupun personalia. Kurikulum bukan hanya ideal tetapi juga harus praktis.
5) Prinsip Efektivitas
Walaupun kurikulum itu dianjurkan murah dan sederhana tetapi dalam keberhasilannya tetap harus diperhatikan. Kurikulum terdapat empat aspek utama yaitu tujuan-tujuan pendidikan, isi pendidikan, pengalaman belajar, dan penilaian. Interelasi antara keempat aspek dengan kebijaksanaan pendidikan perlu selalu mendapat perhatian dalam pengembangan kurikulum.
Visualisasi kerangka berpikir tersebut dapat dilihat pada bagan berikut:
Bagan. Hubungan kurikulum dengan pembangunan pendidikan
Situasi yang ada
Situasi yang seharusnya
2. Prinsip-prinsip khusus
Ada beberapa yang lebih khusus dalam pengembangan kurikulum. Prinsip-prinsip ini berkenaan dengan penyusunan tujuan, isi, pengalaman belajar, dan penilaian.
a. Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan
Tujuan menjadi pusat kegiatan dan arah semua kegiatan pendidikan. Perumusan komponen-komponen kurikulum hendaknya mengacu pada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa : ”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut:
a. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
b. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
c. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
Tujuan pembelajaran merupakan tujuan pendidikan yang lebih operasional, yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran dari setiap mata pelajaran. Pada tingkat operasional ini, tujuan pendidikan dirumuskan lebih bersifat spesifik dan lebih menggambarkan tentang “What will the student be able to do as result of the teaching that he was unable to do before” (Rowntree dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 1997). Tujuan pendidikan tingkat operasional ini lebih menggambarkan perubahan perilaku spesifik apa yang hendak dicapai peserta didik melalui proses pembelajaran. Merujuk pada pemikiran Bloom, maka perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran pada tingkat operasional ini akan menentukan terhadap keberhasilan tujuan pendidikan pada tingkat berikutnya. Terlepas dari rangkaian tujuan di atas bahwa perumusan tujuan kurikulum sangat terkait erat dengan filsafat yang melandasinya. Jika kurikulum yang dikembangkan menggunakan dasar filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) sebagai pijakan utamanya maka tujuan kurikulum lebih banyak diarahkan pada pencapaian penguasaan materi dan cenderung menekankan pada upaya pengembangan aspek intelektual atau aspek kognitif. Apabila kurikulum yang dikembangkan menggunakan filsafat progresivisme sebagai pijakan utamanya, maka tujuan pendidikan lebih diarahkan pada proses pengembangan dan aktualisasi diri peserta didik dan lebih berorientasi pada upaya pengembangan aspek afektif. Pengembangan kurikulum dengan menggunakan filsafat rekonsktruktivisme sebagai dasar utamanya, maka tujuan pendidikan banyak diarahkan pada upaya pemecahan masalah sosial yang krusial dan kemampuan bekerja sama. Sementara kurikulum yang dikembangkan dengan menggunakan dasar filosofi teknologi pendidikan dan teori pendidikan teknologis, maka tujuan pendidikan lebih diarahkan pada pencapaian kompetensi.
(http://apadefinisinya.blogspot.com/2008/10/komponen-dan-prinsip-pengenmbangan.html)
b. Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan
Memilih isi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang telah ditentukan para perencana kurikulum perlu mempertimbangkan beberapa hal:
1. Perlu penjabaran tujuan pendidikan/pengajaran ke dalam bentuk perbuatan hasil belajar dirumuskan semakin sulit menciptakan pengalaman belajar;
2. Isi bahan pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan;
3. Unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis.
c. Prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar
Pemilihan proses belajar mengajar yang digunakan hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Apakah metode belajar-mengajar yang digunakan cocok untuk mengajar bahan pelajaran?
2. Apakah metode tersebut memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa?
3. Apakah metode tersebut memberikan urutan kegiatan yang bertingkat-tingkat?
d. Prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pengajaran
Proses belajar-mengajar yang baik perlu didukung oleh penggunaan media dan alat-alat bantu pengajaran yang tepat.
1. Alat/media pengajaran apa yang diperlukan. Apakah semuanya sudah tersedia? Bila alat tersebut tidak ada apa penggantinya?
2. Kalau ada alat yang harus dibuat, hendaknya memperhatikan: bagaimana pembuatannya, siapa yang membuat, pembiayaannya, waktu pembuatan?
3. Bagaimana pengorganisasian alat dalam bahan pelajaran, apakah dalam bentuk modul, paket belajar, dan lain-lain?
e. Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian
Penilaian merupakan bagian integral dari pengajaran:
1. Dalam penyusunan alat penilaian (test) hendaknya diikuti langkah-langkah sebagai berikut:
Rumuskan tujuan-tujuan pendidikan yang umum, dalam ranah-ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Uraikan ke dalam bentuk tingkah laku murid yang dapat diamati. Hubungkan dengan bahan pelajaran. Tuliskan butir-butir test.
2. Dalam merencanakan suatu penilaian hendaknya diperhatikan beberapa hal;
Bagaimana kelas, usia, dan tingkat kemampuan kelompok yang akan ditest?
Berapa lama waktu dibutuhkan untuk pelaksanaan test?
Apakah test tersebut berbentuk uraian atau objektif?
Berapa banyak butir test perlu disusun?
Apakah tes tersebut diadministrasikan oleh guru atau oleh murid?
b) Pengembangan Kurikulum
1. Peranan para administrator pendidikan
Para administrator pendidikan ini terdiri atas: direktur bidang pendidikan, pusat pengembangan kurikulum, kepala kantor wilayah, kepala kantor kabupaten dan kecamatan serta kepala sekolah. Peranan para administrator di tingkat pusat (direktur dan kepala pusat) dalam pengembangan kurikulum adalah menyusun dasar-dasar hukum, menyusun kerangka dasar serta program inti kurikulum.
2. Peranan para ahli
Pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas atas perubahan tuntutan kehidupan dalam masyarakat, tetapi juga perlu dilandasi oleh perkembangan konsep-konsep dalam ilmu. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum membutuhkan bantuan pemikiran para ahli, baik ahli pendidikan, ahli kurikulum, maupun ahli bidang studi/disiplin ilmu.
Partisipasi para ahli pendidikan dan ahli kurikulum terutama sangat dibutuhkan dalam pengembangan kurikulum pada tingkat pusat. Apabila pengembangan kurikulum sudah banyak dilakukan pada tingkat daerah atau lokal, maka partisipasi mereka pada tingkat daerah, local, bahkan sekolah juga sangat diperlukan, sebab apa yang telah digariskan pada tingkat pusat belum tentu dapat dengan mudah dipahami oleh para pengembang dan pelaksana kurikulum di daerah.
Pengembangan kurikulum juga membutuhkan partisipasi para ahli bidang studi/ bidang ilmu yang juga mempunyai wawasan tentang pendidikan serta perkembangan tuntutan masyarakat. Sumbangan mereka dalam memilih materi bidang ilmu, yang mutakhir dan sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat sangat diperlukan.
3. Peranan guru
Guru memegang peranan yang cukup penting baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan kurikulum. Guru adalah perencana, pelaksana, dan pengembang kurikulum bagi kelasnya.
4. Peranan orang tua murid
Orang tua juga mempunyai peranan dalam pengembangan kurikulum. Peranan mereka dapat berkenaan dengan dua hal: pertama dalam penyusunan kurikulum dan kedua dalam pelaksanaan kurikulum. Dalam penyusunan kurikulum mungkin tidak semua orang tua dapat ikut serta, hanya terbatas kepada beberapa orang saja yang cukup waktu dan mempunyai latar belakang yang memadai. Peranan orang tua lebih besar dalam pelaksanaan kurikulum. Dalam pelaksanaan kurikulum diperlukan kerja sama yang sangat erat antara guru atau sekolah dengan para orang tua murid. Sebagian kegiatan belajar yang dituntut kurikulum dilaksanakan di rumah, dan orang tua sewajarnya mengikuti atau mengamati kegiatan belajar anaknya di rumah. Orang tua juga secara berkala menerima laporan kemajuan anak-anaknya dari sekolah berupa rapor dan sebagainya. Rapor sebagai alat komunikasi tentang program atau kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di sekolah. Orang tua juga dapat turut berpartisipasi dalam kegiatan sekolah melalui berbagai kegiatan seperti diskusi, seminar, pertemuan orangtua-guru, pameran sekolah dan sebagainya.
c) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum
1. Perguruan tinggi
Kurikulum minimal mendapat dua pengaruh dari Perguruan Tinggi. Pertama, dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan di perguruan tinggi umum. Kedua, dari pengembangan ilmu pendidikan dan keguruan serta penyiapan guru-guru di Perguruan Tinggi Keguruan. Jenis pengetahuan yang dikembangkan di Perguruan Tinggi akan mempengaruhi isi pelajaran yang akan dikembangkan dalam kurikulum. Kurikulum Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan juga mempengaruhi pengembangan kurikulum, terutama melalui penguasaan ilmu dan kemampuan keguruan dari guru-guru yang dihasilkannya. Penguasaan ilmu, baik ilmu pendidikan maupun bidang studi serta kemampuan mengajar dari guru-guru akan sangat mempengaruhi pengembangan dan implementasi kurikulum di sekolah.
2. Masyarakat
Sekolah merupakan bagian dari masyarakat dan mempersiapkan anak untuk kehidupan di masyarakat. Sebagai bagian dan agen dari masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat di mana sekolah tersebut berada. Isi kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi dan dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat di sekitarnya. Masyarakat yang ada di sekitar sekolah mungkin merupakan masyarakat homogen atau heterogen, masyarakat kota atau desa, petani, pedagang atau pegawai, dan sebagainya. Sekolah harus melayani aspirsai masyarakat. Perkembangan dunia usaha yang ada di masyarakat mempengaruhi perkembangan kurikulum sebab sekolah bukan hanya mempersiapkan anak untuk hidup, tetapi juga untuk bekerja dan berusaha.
3. Sistem Nilai
Dalam kehidupan masyarakat terdapat sistem nilai, baik nilai moral, keagamaan, sosial, budaya, maupun nilai politis. Sekolah sebagai lembaga masyarakat juga bertanggungjawab dalam pemeliharaan dan penerusan nilai-nilai. Sistem nilai yang akan dipelihara dan diteruskan tersebut harus terintegrasikan dalam kurikulum. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam mengajarkan nilai: (1) guru hendaknya mengetahui dan memperhatikan semua nilai yang ada dalam masyarakat, (2) guru hendaknya berpegang pada prinsip demokratis, etis, dan moral, (3) guru berusaha menjadikan dirinya sebagai teladan yang patut ditiru, (4) guru menghargai nilai-nilai kelompok lain, (5) memahami dan menerima keragaman kebudayaan sendiri.
d) Artikulasi dan Hambatan Pengembangan Kurikulum
Artikulasi dalam pendidikan berarti “kesatupaduan dan koordinasi segala pengalaman belajar”. Untuk menyusun artikulasi kurikulum diperlukan kerjasama dari berbagai pihak: para administrator, kepala sekolah, TK sampai rektor universitas, guru-guru dari setiap jenjang pendidikan, orang tua murid dan tokoh-tokoh masyarakat.
Hambatan-hambatan pengembangan kurikulum. Hambatan pertama terletak pada guru. Guru kurang berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum. Hal itu disebabkan beberapa hal diantaranya kurang waktu, kekurangsesuaian pendapat, baik antara sesama guru maupun dengan kepala sekolah dan administrator, kemampuan dan pengetahuan guru sendiri, dukungan dari masyarakat baik dalam pembiayaan dan umpan balik terhadap sistem pendidikan atau kurikulum yang sedang berjalan, dan masalah biaya. Untuk pengembangan kurikulum, apalagi yang berbentuk kegiatan eksperimen baik metode, isi atau sistem secara keseluruhan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
e) Model-Model Pengembangan Kurikulum
1. The administrative model
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model administratif atau line staff karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi.
Dalam pelaksanaan kurikulum ini, mula-mula diperlukan adanya kegiatan monitoring, pengamatan dan pengawasan serta bimbingan dalam pelaksanaanya. Setelah berjalan beberapa saat perlu juga dilakukan evaluasi untuk menilai validitas komponen-komponennya, prosedur pelaksanaan dan keberhasilannya. Penilaian menyeluruh dapat dilakukan oleh tim khusus sekolah yang bersangkutan. Hasil penilaian tersebut merupakan umpan balik, baik bagi instansi pendidikan di tingkat pusat, daerah, maupun sekolah.
2. The grass roots model
Model pengembangan ini merupakan kebalikan dari model pengembangan “the administrative model”. Inisiatif model ini bukan berasal dari atas dari dari bawah yaitu guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama, digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan model “the grass roots model” akan berkembang dalam system pendidikan yang bersifat desentralisasi. Seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kondisi guru-guru, fasilitas, biaya, maupun bahan-bahan kepustakaan, metode ini akan lebih baik. Hal itu berdasarkan atas pertimbangan guru-guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Guru adalah yang paling berkompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya karena tuhu kebutuhan kelasnya. Hal itu sesuai dengan prinsip-prinsip pengembangan kurikulumyang dikemukakan oleh Smith, Stanley, dan Shores (1957: 429)
3. Beauchamp’s system
Model pengembangan ini dikembangkan oleh Beauchamp seorang ahli kurikulum. Beliau mengemukakan lima hal di dalam pengembangan suatu kurikulum. Pertama, menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakyp oleh kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi maupun seluruh Negara. Kedua, menetapkan personalia, yaitu siapa yang terlibat dalam pengembangan kurikulum ini. Ada empat kategori yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum yaitu para ahli kurikulum, para ahli pendidikan, para professional dalam sistem pendidikan, professional lain dan tokoh-tokoh masyarakat. Ketiga, organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Keempat, implementasi kurikulum dan kelima evaluasi kurikulum.
4. The demonstration model
Model ini pada dasarnya bersifat grass roots datang dari bawah yang diprakarsai oleh guru atau sekelompok guru bekerjasama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini berskala kecil yang hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah, suatu komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum. Karena sifatnya mengubah atau mengganti kurikulum yang ada model pengembangan ini sering mendapat tantangan dari berbagai pihak.
5. Taba’s inverted model
Langkah pengembangan kurikulum ini dengan lima langkah yaitu mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru, menguji unit eksperimen, mengadakan revisi dan konsolidasi, pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum, dan implementasi dan diseminasi yaitu menerapkan kurikulum baru pada daerah atau sekolah yang lebih luas.
6. Roger interpersonal relations model
Ada empat langkah pengembangan kurikulum ini yaitu pemilihan target dari system pendidikan, partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif, pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran, dan partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok.
7. The systematic action-research model
Model pengembangan ini didasarkan pada perkembangan kurikulum yang merupakan perubahan sosial melibatkan orang tua, siswa, guru, struktur sistem sekolah, pola hubungan dari sekolah atau masyarakat. Langkahnya pertama mengadakan kajian secara saksama tentang masalah kurikulum dan kedua implementasi dari keputusan yang diambil dalam tindakan pertama.
8. Emerging technical models
Perkembangan bidang teknologi dan dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan kurikulum dengan didasarkan pada (1) The Behavioral Analysis Model, (2) The System Analysis Model, (3) The Computer Based Model. (Nana Syaodih Sukmadinata. 1997: 150-170)
Aksioma-aksioma tersebut adalah :
a) Perubahan itu tak terelakkan dan penting karena melalui perubahan bentuk kehidupan tumbuh dan berkembang. Kurikulum itu sebagai produk dari masyarakat.
b) Perubahan yang terjadi secara bersamaan dan ada perubahan setelah ada kurikulum baru.
c) Perubahan kurikulum terjadi karena ada perubahan dalam masyaakat.
d) Perubahan kurikulum merupakan kerja sama semua kelompok.
e) Perubahan kurikulum merupakan proses pengambilan keputusan.
f) Perubahan kurikulum bersifat berkelanjutan dan tiada akhir.
g) Perubahan kurikulum merupakan proses yang komperehensif.
h) Pengembangan kurikulum dilaksanakan secara sistematis.
i) Pengembangan kurikulum beranjak dari kurikulum yang sudah ada/kurikulum yang sudah ada.
(http://www.scribd.com/doc/32248989/Pengembangan-Kurikulum-Endick-310800073)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Kurikulum adalah seperangkat perencanaan pengajaran yang sistematik yang berisi pernyataan tujuan, organisasi konten, organisasi pengalaman belajar, program pelayanan, pola belajar mengajar, dan program evaluasi agar pebelajar dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dan perubahan tingkah laku.
b. Konsep dasar kurikulum adalah kurikulum sebagai bidang studi membentuk suatu teori, yaitu teori kurikulum. Bidang cakupan teori atau bidang studi kurikulum meliputi: konsep kurikulum, penentuan kurikulum, pengembangan kurikulum, desain kurikulum, implementasi dan evaluasi kurikulum.
c. Pengorganisasian kurikulum bertalian erat dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Pola-pola pengorganisasian kurikulum diantaranya: Separated Subject Curriculum, Correlated Curriculum, Integrated Curriculum.
d. Ketatalaksanaan kurikulum merupakan pelaksanaan interaksi belajar mengajar, yang dapat terbagi menjadi tiga tahap yaitu: persiapan, pelaksanaan pelajaran, dan penutupan.
e. Pengembangan kurikulum ada prinsip-prinsip pengembangan kurikulum secara umum dan khusus. Pengembangan Kurikulum dipengaruhi oleh administrator, para ahli, guru dan orang tua murid. Model-Model Pengembangan Kurikulum adalah The administrative model, The grass roots model, Beauchamp’s system, The demonstration model, Taba’s inverted model, Roger interpersonal relations model, The systematic action-research model, dan Emerging technical models.
DAFTAR PUSTAKA
Handoko, Hani. 2001. Manajemen edisi 2. Yogyakarta: PT BPFE-Yogyakarta.
B. Suryosubroto. 1990. Tatalaksana Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta.
Sukirman, Hartati dkk. 1998. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Yogyakarta: UPP IKIP Yogyakarta.
Syaodih Sukmadinata, Nana. 1997. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hariyanto. 2010. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Diambil pada tanggal 10 Maret 2010, dari http://www.psb-psma.org/content/blog/manajemen-pengembangan-kurikulum.
. 2008. Komponen dan Prinsip Pengembangan Kurikulum. Diambil pada tanggal10 Maret 2010, dari
http://apadefinisinya.blogspot.com/2008/10/komponen-dan-prinsip-pengenmbangan.html
. 2010. Perkembangan Kurikulum Indonesia dari 1947-2006. Diambil pada tanggal13 Maret 2010, dari http://ephanlazok.wordpress.com/2010/01/14/perkembangankuriklum-indonesia-dari-1947-2006/
.Sepuluh Aksioma dalam Pengembangan Kurikulum. Diambil pada tanggal 10 Maret 2010, dari http://www.scribd.com/doc/32248989/Pengembangan-Kurikulum-Endick31080007
0 Response to "MANAJEMEN KURIKULUM"
Post a Comment