PENGARUH
TEKANAN OSMOTIK TERHADAP
MEMBRAN
ERITROSIT
I.
Latar
Belakang
Fisiologi
cairan tubuh dan darah menjaga agar volume cairan tubuh tetap relatif konstan
dan komposisinya tetap stabil karena penting untuk homeostasis yaitu sistem
pengaturan yang mempertahankan konstannya cairan tubuh dan membahas mengenai
keseimbangan asam basa serta pertukaran kompartemen cairan ekstraseluler dan
intraseluler (Syaifuddin, 2009: 1).
Darah merupakan cairan ekstrasel yang menyuplai
sel-sel dengan nutrisi dan zat-zat lain yang diperlukan untuk fungsi selular,
tetapi sebelum digunakan zat-zat ini harus ditransfort melalui membran sel
dengan dua proses utama yaitu difusi dan osmosis serta transpor aktif.
Nutrisi dan zat-zat lain akan sampai tujuan jika
dalam kondisi homeostasis (keseimbangan osmosis tercapai). Bagaimana jika
kondisi lingkungan interstisial tidak homeostatis
(hipertonis dan hipotonis)? Penambahan
larutan NaCl pekat dapat menyebabkan krenasi pada eritrosit hewan, misalnya untuk eritrosit hewan homoioterm
adalah larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,9 % NaCl, sedangkan untuk eritrosit
hewan poikiloterm adalah larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,7 % (Wiwid, 2011).
Bagaimana dengan eritrosit manusia? Kapan eritrosit mulai
mengalami hemolisis atau krenasi? Pertanyaan-pertanyaan
tersebut akan dijawab dengan praktikum melihat pengaruh tekanan osmotic
terhadap membran eritrosit ini.
II.
Tujuan
Praktikum
1. Tujuan
kegiatan
a. Mengetahui
kecepatan hemolisis dan krenasi eritrosit pada berbagai konsentrasi larutan.
b. Mengetahui
persentase hemolisis eritrosit pada berbagai konsentrasi larutan.
2. Kompetensi
Khusus
a. Melakukan
cara penentuan kecepatan hemolisis dan krenasi eritrosit pada berbagai
konsentrasi larutan.
b. Menerangkan
faktor-faktor yang mernpengaruhi persentase hemolisis eritrosit pada berbagai
konsentrasi larutan.
III.
Tinjauan
Pustaka
Darah
merupakan suatu jenis sel yang tersuspensi dalam suatu matriks cairan yang
disebut plasma. Tubuh manusia pada umumnya mengandung kurang lebih 4 sampai 6 L
darah (Campbell dkk, 2000: 53).
Cairan
darah merupakan sarana untuk transport makanan maupun sisa-sisa metabolisme,
membawa nutrisi (komponen makanan) mulai dari proses absorbsi dan
mendistribusikannya sampai tingkat intraseluler di mana nutrisi akan mengalami
proses metabolisme. Hasil proses metabolismenya akan didistribusikan ke seluruh
tubuh dan ekskresinya akan dikeluarkan dari tubuh. Distribusi cairan tubuh
dibedakan menjadi cairan intrasel dan cairan ekstrasel. Cairan intrasel adalah
cairan yang berada dalam sel yang merupakan jumlah cairan terbanyak, ± 70 %
dari jumlah total air dalam tubuh. Sedangkan cairan ekstrasel adalah cairan
yang berada di luar sel, jumlahnya ± 30 % dari cairan seluruh tubuh
(Syaifuddin, 2009: 3).
Cairan
ekstrasel pada sel hidup terutama interstisial (cairan yang berada di antara
sel jaringan) dan plasma merupakan tempat pengambilan O2, zat
nutrisi, dan pembuangan sisa metabolit serta merupakan lingkungan hidup yang
harus dijaga kelestariannya dengan cara homeostasis agar sel tetap hidup secara
baik dan letaknya dalam tubuh (Syaifuddin, 2009: 4).
Tekanan
osmotic adalah daya dorong air yang dihasilkan oleh partikel-partikel zat
terlarut di dalamnya. Molekul air mempunyai sifat umum yaitu bergerak secara
difusi sesuai dengan gradient (laju pertambahan) konsentrasi. Air cenderung
berdifusi dari daerah zat terlarut yang sedikit (konsentrasi pelarut tinggi) ke
tempat jumlahzat yang terlarut banyak (konsentrasi pelarut rendah) (Syaifuddin,
2009: 9).
Keseimbangan
osmotik merupakan kekuatan yang besar untuk memindahkan air agar dapat
melintasi membran sel. Bila cairan interseluler dan ekstraseluler dalam
keseimbangan osmotic, maka perubahan yang relative kecil pada konsentrasi zat
terlarut impermeable dalam cairan ekstraseluler dapat menyebabkan perubahan
luar biasa dalam volume sel.
1. Cairan
isotonic. Jika suatu sel diletakkan pada suatu larutan dengan zat terlarut impermeabel
(tidak dapat dilewati) maka sel tidak akan mengerut atau membengkak karena
konsentrasi air dalam cairan intraseluler tidak dapat masuk atau keluar dari
sel sehingga terdapat keseimbangan antara cairan intraseluler dan
ekstraseluler.
2. Cairan
hipotonik. Jika suatu sel diletakkan dalam larutan yang mempunyai konsentrasi
zat terlarut impermeabel lebih rendah, air akan berdifusi ke dalam sel
menyebabkan sel membengkak karena mengencerkan cairan intraseluler sampai kedua
larutan mempunyai osmolaritas yang sama.
3. Cairan
hipertonik. Jika suatu sel diletakkan dalam larutan yang mempunyai konsentrasi
zat terlarut impermeable lebih tinggi, air akan mengalir keluar dari sel ke
dalam cairan ekstraseluler. Pada keadaan ini sel akan mengerut sampai kedua
konsentrasi menjadi sama (Syaifuddin, 2009: 9-10).
Osmosis memainkan peranan yang sangat penting salah satunya pada membran
sel darah merah saat mengalami peristiwa hemolisis dan krenasi. Kerusakan
membran eritrosit dapat disebabkan oleh penambahan larutan hipotonis atau
hipertonis ke dalam darah. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi
hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis), medium tersebut (plasma
dan larutan) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat
semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak
kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel
akan pecah.
Lisis merupakan istilah umum untuk peristiwa menggelembung dan pecahnya
sel akibat masuknya air ke dalam sel. Lisis pada eritrosit disebut hemolisis,
yang berarti peristiwa pecahnya eritrosit akibat masuknya air ke dalam
eritrosit sehingga hemoglobin keluar dari dalam eritrosit menuju ke cairan
sekelilingnya. Membran eritrosit bersifat permeabel selektif, yang berarti
dapat ditembus oleh air dan zat-zat tertentu, tetapi tidak dapat ditembus oleh
zat-zat tertentu yang lain. Hemolisis ini akan terjadi apabila eritrosit
dimasukkan ke dalam medium yang hipotonis terhadap isi sel eritrosit.
Peristiwa sebaliknya dari hemolisis adalah krenasi, yaitu peristiwa
mengkerutnya membran sel akibat keluarnya air dari dalam eritrosit. Krenasi
dapat terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam medium yang hipertonis
terhadap isi eritrosit (Wiwid, 2011).
IV.
Metode
Praktikum
1. Jenis
kegiatan : Observasi
2. Obyek
pengamatan : Sel darah merah
manusia
3. Alat
dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam
kegiatan ini adalah:
a. Mikroskop
b. Kaca
Benda dengan cekungan dan gelas penutup (cover glass)
c. Pipet
d. Garam
Fisiologis NaCl 3%; 0,9%, 0,7%, 0,5%
e. Aquades
f. Darah
perifer (probandus)
g. Bloodset
h. Stopwatch
4. Prosedur
kerja
a. MengambiI
darah perifer dari ujung jari manis sesuai SOP (standar operasional prosedur)
b. Meneteskan
1 tetes darah di atas cekungan kaca obyek, kemudian menambahkan 1 tetes NaCI
0,7% dan disertai dengan mulai penghitungan waktu
c. Mengamati
preparat tersebut di bawah mikoskop dengan hati-hati dan mengamati kapan
eritrosit tampak mulai hemolisis
d. Mencatat
waktu mulai terjadinya hemolisis atau krenasi
e. Melakukan
seperti langkah a sampai d untuk larutan NaCI 0,5%, 0,9%, 1%, 3% dan aquades
DAFTAR
PUSTAKA
Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G.
2000. Biologi, edisi kelima-jilid 3. (Terjemahan Wasmen
Manalu). Jakarta: Erlangga. (Buku asli
diterbitkan tahun 1999).
Djukri & Heru Nurcahyo. 2009. Petunjuk praktikum biologi. Yogyakarta:
Prodi PSn PPs UNY.
Soewolo, dkk. 1999.
Fisiologi manusia. Malang: Universitas Negeri Malang.
Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Ward, Jeremy
P.T., Clarke, Robert W., & Linden,
Roger W.A.. 2009. At a glance fisiologi.
(Terjemahan Indah Retno Wardhani). London: Blackwell Publishing Ltd. (Buku asli
diterbitkan tahun 2005).
Wiwid Chariss. 2011. Toleransi osmotic eritrosit. Diambil pada tanggal 2 Juni 2012 dari http://reminderme.blogspot.com/2011/08/toleransi-osmotik-eritrosit.html.
0 Response to "Praktikum Membran Eritrosit"
Post a Comment